Pengamat Politik; Pilkada SBD Jangan Head to Head, Konflik Berpotensi Meningkat

waktu baca 5 menit
Jumat, 26 Jul 2024 07:06 0 343 FBL

TAMBOLAKA, TIMES Nusa Tenggara Timur| Menurut sosiolog Lasarus Jehamat dari Universitas Nusa Cendana (Undana), potensi konflik dalam Pilkada Sumba Barat Daya (SBD) tahun 2024 berpotensi meningkat apabila kontestasi berlangsung head to head.

Lasarus Jehamat menjelaskan bahwa sejarah konflik Pilkada sebelumnya, Pilkada 2013 dan 2018 di SBD sebelumnya diwarnai oleh konflik besar yang menyebabkan banyak korban. Konflik tersebut tidak hanya terjadi pada tingkat elit politik tetapi juga melibatkan masyarakat secara luas, sehingga menimbulkan luka sosial yang mendalam.

Menurutnya bersatunya Markus Dairo Talu dan Kornelius Kodi Mete, Kedua tokoh ini, yang sebelumnya terlibat dalam konflik pada pilkada sebelumnya, sekarang bersatu untuk Pilkada 2024. Jehamat menyebutkan bahwa penyatuan ini bukan tanpa sebab, dan terutama didorong oleh kepentingan politik untuk mengamankan kekuasaan. Menurutnya Potensi Perdamaian yang Rapuh.

“Perdamaian antara Markus Dairo Talu dan Kornelius Kodi Mete mungkin tidak didasarkan pada rekonsiliasi sejati, tetapi lebih karena kalkulasi politik. Jika perdamaian ini hanya bersifat sementara dan rapuh, maka kemungkinan besar konflik dapat kembali muncul, terutama jika ada provokasi atau ketidakpuasan di salah satu pihak” terang Lasarus Jemahat.

Jehamat menekankan bahwa perdamaian yang didorong oleh kepentingan politik lebih rentan terhadap keretakan. Ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk menyelesaikan perbedaan secara damai di luar kontestasi politik dapat memicu kembali konflik di masa depan.

Dinamika Sosial dan Politik di SBD
Lasarus Jehamat menjelaskan bahwa masyarakat SBD memiliki sejarah panjang keterlibatan aktif dalam proses politik lokal. Pola-pola kekerasan dalam kontestasi politik lokal menunjukkan adanya kerentanan sosial yang tinggi, terutama ketika ada persaingan kekuasaan yang ketat.

“Dari perspektif sosiologis, pilkada di wilayah dengan sejarah konflik yang intens seperti SBD harus dikelola dengan hati-hati. Upaya-upaya perdamaian harus diperkuat dengan dialog yang mendalam dan inklusif, serta adanya mekanisme resolusi konflik yang efektif untuk menghindari terjadinya kekerasan kembali” tambah Lasarus Jehamat, Pengajar Sosiologi Undana.

Baca Juga  Belasan Ribu Pendukung Paket AMAN Tumpah Ruah di Kodi Saat Deklarasi Paket AMAN

Lasarus Jehamat menawarkan analisis bahwa situasi head to head pada Pilkada SBD 2024 sangat mungkin memicu kekecewaan di antara pendukung yang tidak puas dengan perdamaian antara Markus Dairo Talu dan Kornelius Kodi Mete.

“Kekecewaan pendukung yang merasa tidak terwakili atau dikhianati oleh perdamaian antara Markus Dairo Talu dan Kornelius Kodi Mete mungkin akan mencari alternatif lain. Kekecewaan ini dapat memicu upaya untuk membangun kekuatan perlawanan yang baru, baik dalam bentuk kandidat alternatif atau gerakan oposisi” terang Lasarus.

Potensi Konsolidasi Oposisi
Lasarus Jehamat mengingatkan bahwa pendukung yang kecewa kemungkinan akan bersatu untuk memperkuat oposisi. Konsolidasi ini bisa menjadi signifikan, terutama jika mereka merasa bahwa perdamaian antara Markus dan Kornelius tidak memberikan solusi yang diharapkan atau hanya sekadar bagi-bagi kekuasaan.

Jehamat memperkirakan bahwa perdamaian yang hanya didasarkan pada kepentingan politik tanpa rekonsiliasi sejati berpotensi memperburuk situasi.

“Dalam situasi head to head, intensitas persaingan akan meningkat, dan konflik bisa timbul dari pendukung yang merasa terpinggirkan, Aktor politik lain yang melihat peluang dari kekecewaan ini bisa memanfaatkan situasi untuk menggalang dukungan. Mereka dapat menawarkan kandidat alternatif yang lebih inklusif atau lebih sejalan dengan aspirasi pendukung yang kecewa” terangnya.

Sejarah konflik di SBD menunjukkan bahwa kekecewaan politik sering kali berujung pada kekerasan. Jika kekecewaan pendukung tidak dikelola dengan baik, ada risiko bahwa konflik lama bisa muncul kembali dengan intensitas yang lebih besar. Dengan demikian, analisis Lasarus Jehamat menekankan pentingnya memahami dinamika sosial dan politik di SBD secara mendalam.

Strategi yang hanya berfokus pada aliansi elit tanpa mempertimbangkan aspirasi dan perasaan pendukung di tingkat akar rumput dapat berisiko memperburuk situasi konflik. Pendekatan yang lebih inklusif dan berfokus pada rekonsiliasi sejati serta pembangunan kepercayaan antara semua pihak mungkin diperlukan untuk menghindari eskalasi konflik dalam Pilkada 2024.

Baca Juga  Adam Mone; Hari Ini SK B1-KWK Partai Gerindra Buat Paket Rakyat Diserahkan

Lasarus Jehamat menjelaskan untuk menekan potensi konflik dalam Pilkada SBD tahun 2024, harus mempertimbangkan adanya tiga calon bupati. Pendekatan ini bisa membantu menekan terjadinya konflik dengan beberapa alasan adanya tiga calon dapat mengurangi polarisasi ekstrem yang terjadi dalam kontestasi head to head.

“Dukungan yang tersebar lebih merata dapat mengurangi ketegangan antar kelompok pendukung yang biasanya terjadi ketika hanya ada dua calon yang bertarung. Tiga calon memberikan pilihan alternatif bagi pendukung yang kecewa dengan aliansi Markus Dairo Talu dan Kornelius Kodi Mete. Ini dapat mengurangi rasa frustrasi dan potensi perlawanan dari pendukung yang merasa terpinggirkan” imbuhnya.

Dengan tiga calon, potensi konflik yang biasanya muncul dari persaingan ketat antara dua calon dapat diredam. Kompetisi yang lebih terbuka dan beragam memungkinkan dialog dan negosiasi lebih mudah terjadi. Kehadiran lebih banyak calon dapat memperkaya debat publik dan diskusi tentang visi dan misi pembangunan daerah.

“Ini dapat mendorong kampanye yang lebih konstruktif dan fokus pada isu-isu substantif daripada sekadar perebutan kekuasaan”

Dengan tiga calon, mekanisme cek dan balans lebih mungkin terjadi. Setiap calon akan lebih berhati-hati dalam strategi kampanye mereka untuk tidak memicu konflik, karena harus mengantisipasi tidak hanya satu tetapi dua rival yang berpotensi menggalang dukungan.

“Adanya tiga calon juga dapat membuka peluang bagi kandidat dengan pengalaman dan kredibilitas yang kuat untuk berpartisipasi. Ini dapat meningkatkan kualitas pemimpin yang terpilih, karena kompetisi yang lebih ketat dari tiga arah” tambahnya.

Ia juga menekankan penting juga untuk memastikan bahwa proses pemilihan dan kampanye berjalan dengan fair, transparan, dan adil. Keterlibatan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, tokoh adat, dan pemerintah, dalam menciptakan kondisi yang kondusif sangat diperlukan untuk memastikan bahwa pilkada dapat berlangsung dengan damai dan demokratis.***

FBL

Pemimpin Redaksi Times Nusa Tenggara Timur

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA