
Kupang, TIMESNTT.COM-Warga Pulau Kera, Kecamatan Semau Kabupaten Kupang dengan tegas menolak relokasi sesuai dengan rencana Pemkab Kupang.
Secara tegas mereka menyatakan penolakan terhadap rencana relokasi dan pembangunan vila oleh perusahaan swasta di wilayah mereka.
Penolakan itu, termuat dalam pernyataan resmi yang ditandatangani oleh tokoh-tokoh adat dan pemuka masyarakat.
Mereka menuntut penghentian segala bentuk intimidasi, kriminalisasi, serta proyek pembangunan yang tidak melibatkan partisipasi warga.
“Kami siap mati mempertahankan tanah peninggalan leluhur kami,” kata Hamdan Saba keturunan garis lurus almarhum Jumila, pendiri awal permukiman di Pulau Kera sejak tahun 1884, Senin 5 Mei siang.
Pada salinan draf tuntutan yang diajukan, masyarakat adat menyampaikan delapan poin utama, di antaranya:
1. Penolakan relokasi dan segala bentuk tekanan terhadap warga Pulau Kera.
2. Penghentian pembangunan 20 vila oleh PT Pitoby Grup yang dinilai mengancam kelestarian tanah adat.
3. Pengakuan penuh hak-hak masyarakat adat oleh negara, tanpa diskriminasi atas nama pembangunan.
4. Keterlibatan warga dalam setiap proyek pembangunan agar tidak hanya menjadi objek tetapi subjek pembangunan.
5. Pemfasilitasan Program Nasional Agraria (PRONA) untuk pensertipikatan tanah adat.
6. Desakan kepada pejabat daerah dan pusat untuk menghentikan proyek pembangunan yang dinilai sewenang-wenang.
7. Permintaan penyelidikan hukum atas dugaan pembongkaran makam leluhur dan pemalsuan dokumen tanah.
8. Tuntutan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti air bersih, fasilitas pendidikan, kesehatan, listrik, dan dermaga.
Sisi lain, masyarakat juga membuka ruang dialog dengan Pemerintah Daerah dan pihak perusahaan, namun mereka meminta kehadiran mediator independen seperti Komnas HAM untuk menjamin proses yang adil dan berintegritas.
Terkait Bukti kepemilikan pulau Yang SAH, Kuasa Hukum Masyarakat Adat pulau Kera, Akhmad Bumi, S.H mengatakan keterangan dan informasi diperoleh dari warga.
“Informasi termasuk dokumen yang lain kami masih pelajari. Terkait dugaan pembongkaran makam dan sumur Tua mereka akan melaporkan orang-orang yang membongkar kubur leluhur yang sengaja ingin menghilangkan identitasnya sosial mereka,” katanya.
Diketahui Pernyataan ini ditandatangani oleh perwakilan masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh adat, dan pimpinan komunitas Bajo di Pulau Kera yakni
Abdullah Sapar-Dethan (Keturunan garis lurus almarhum Jumila – Tokoh Adat), Arsyad Abdul Latif (Tokoh Agama Pulau Kera), Muhamad Syukur (Ketua DPAC Perkumpulan Orang Same Bajo Indonesia Pulau Kera), Hamdan Saba (Ketua RW 13).
Salah satu tokoh pemuda di Kupang, Sokan Teibang bilang hasil dialog dengan Warga Pulau Kera menunjukan ada cerita sejarah dari pendahulu mereka agar tetap tinggal di Pulau Kera.
“Sehingga wasiat itu perlu dijaga,” kata Sokan.
Aktivitas mereka sebagai nelayan itu akan terganggu jika harus dilakukan relokasi.
“Paling tidak kalau ada lokasi yang sudah disiapkan untuk mereka relokasi itu perlu dilakukan diskusi,” katanya.
Berikutnya, adalah Bupati Kupang tidak pernah sosialisasi ujub-ujub langsung mengatakan akan melakukan relokasi.
Fakta lapangan yang terjadi ada aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh investor.
“Kami menduga ada kongkalikong investor dengan Pemkab Kupang karena sudah ada pembangunan di sana,” tukasnya.
“Saya berharap kita carikan solusi terbaik. Warga Pulau Kera jangan direlokasi tapi kebutuhan masyarakat seperti air bersih dan kesehatan diperhatikan. Janganlah mereka dipindahkan ke tempat lain. Warga di sana punya kelebihan bikin perahu kan bisa diperdayakan. Selain itu mereka juga penyuplai ikan di Kota Kupang,” tegasnya.(Az)
| 
 | 

Stop Copas!!
Tidak ada komentar