 Ibu-ibu pakai mobil pick up untuk beli paket sembako murah/foto:timesntt.com
Ibu-ibu pakai mobil pick up untuk beli paket sembako murah/foto:timesntt.comKota Kupang,- Timesntt.com-Puluhan ibu-ibu belum beranjak dari tempat duduk di depan Kantor DPD I Partai Golkar NTT, hingga siang hari pada Sabtu 04/10.
Padahal, Restu Herdiani Dupe sudah bilang melalui pengeras suara ,”Stok Paket sembako habis, bapa mama bisa datang sore hari jam 5 bagi yang sudah kumpul fotokopi KTP,”.
Ketua Panitia HUT Partai Golkar ke 61 DPD I Partai Golkar NTT itu harus melakukan pengadaan tambahan, sebab, sebanyak 1.000 paket sembako murah yang disiapkan kurang.
Warga yang datang membeli paket sembako murah, melebihi kuota yang disediakan panitia.
Sejam sejak Heru menyampaikan himbauan itu, puluhan ibu-ibu masih rela menahan lapar meski sudah pukul 12.30 siang.
Mereka menempati beberapa kursi kosong di depan DPD I Partai Golkar NTT.
Ekspresi Ibu-ibu yang melupakan rasa lapar demi mendapat sembako murah itu tidak bisa dilihat sebagai fenomena yang biasa. Sebab, ekspresi itu sebetulnya bermula dari dapur.
Kondisi dapur yang kering. Beras yang habis, minyak tanah yang berkurang di konpor, tagihan sekolah anak yang menumpuk, meteran listrik yang terus berbunyi merupakan gambaran dari kegelisahan ibu-ibu yang rela mengantre sejak pagi, meski lapar.
Sebab, jika ditakar secara ekonomi paket sembako murah yang dijual Partai Golkar NTT tidak terlalu berbeda jauh dengan harga di pasar.
Mereka yang memiliki kupon paket sembako HUT Golkar merogoh gocek senilai 60 ribu untuk mendapat beras sebanyak 5 KG, minyak goreng satu liter dan gula satu kg.
Sebaliknya, jika warga membeli di pasar umum pada biasanya selisihnya tidak terlalu tinggi.
Lalu, kenapa ribuan warga yang terdiri dari ibu-ibu mesti harus rela mengantre berjam-jam, menahan lapar hanya untuk paket sembako yang perbedaan harganya tidak terlalu jauh di pasar ?
Sekitar pukul 12.30 siang, ada sebuah mobil pic up yang baru sampai. Mobil parkir di depan Kantor DPD I Partai Golkar NTT. Penumpang terdiri dari sekitar 10 orang ibu-ibu.
“Kami dari Alak,” kata mereka saat ditanya Timesntt.com.
Mereka harus kembali dengan tangan kosong, sebab, menurut arahan Ketua Panitia yang sudah antre sejak pagi dan mengumpulkan fotocopy KTP yang bisa diakomodir oleh paket sembako tambahan pada Jam 05 sore.
Kebutuhan dan relasi kuasa
Dalam sudut panjang banyak ahli menjelaskan motivasi dasar manusia yang kemudian disebut sebagai kebutuhan.
Jika merujuk pada pikiran ahli seperti Maslow, Alderfer, McClelland dan beberapa lainnya soal kebutuhan hanya akan mengantar pada kesimpulan sederhana manusia butuh makan, aman, relasi sosial, pengakuan, sampai aktualisasi diri.
Kondisi ibu-ibu yang rela mengantre paket sembako adalah gambaran pemenuhan kebutuhan tidak netral. Sedangkan, pada sisi yang lain, akses terhadap kebutuhan (pangan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan) sangat ditentukan oleh struktur sosial dan distribusi kekuasaan.
Kepekaan Gubernur jadi sasaran ‘Pesan‘
Kegelisahan ibu-ibu yang mengantre sembako murah di DPD Partai Golkar NTT hanya bisa dimengerti jika kita memahami Teori Interaksionisme Simbolik dalam pemahaman Herbert Blumer dan George Herbert Mead.
Blumer dan George menekankan pada tiga hal yakni, manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang dimilikinya, kedua, Makna itu muncul dari interaksi sosial dan makna bisa berubah melalui proses interpretasi.
Kehadiran Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena untuk menyapa warga yang mengantre sembako sebetulnya sudah menunjukan relasi kuasa dan membaca ekspresi kebutuhan masyarakat.
“Karena permintaan melebihi kuota yang sudah disediakan oleh panitia maka kami akan berusaha mengakomodir semua masyarakat. Tidak boleh ada masyarakat yang pulang dengan tangan kosong,” kata Gubernur Melki yang juga Ketua DPD I Partai Golkar NTT.
Pernyataan Gubernur Melki menunjukan relasi kuasa yakni cara kekuasaan dijalankan dalam hubungan sosial. Siapa yang menguasai sumber daya (tanah, uang, kebijakan, informasi). Siapa yang berhak menentukan kebutuhan mana yang dianggap penting.
Jika membaca pikiran Michel Foucault, kuasa tidak hanya represif, tapi juga produktif: kuasa “mengatur” cara kita mendefinisikan kebutuhan.
Pesan
Gambaran masyarakat yang membeludak membeli paket sembako murah adalah pesan tersembunyi untuk Gubernur NTT dan Wali Kota Kupang.
Pesan itu menunjukan beberapa hal; Pertama, masyarakat membutuhkan pemenuhan atas kebutuhan dasar, beras, minyak goreng, gula dan segala kebutuhan lain di dapur.
Kedua, ekspresi ibu-ibu yang cemas akan kebutuhan dasar dalam rumah tangga adalah pesan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan.
Ketiga, ketidakseimbangan pendapatan dan pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat masih menjadi pekerjaan penting bagi pemimpin untuk membuat atau merancang kebijakan.*
| 
 | 

Stop Copas!!
Tidak ada komentar