 Delapan Tahun Terbengkalai, BLK Letekonda Jadi Kandang Sapi
Delapan Tahun Terbengkalai, BLK Letekonda Jadi Kandang SapiTambolaka, TIMESNTT.COM | Balai Latihan Kerja (BLK) Letekonda di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, terbengkalai selama delapan tahun terakhir. Gedung megah yang dibangun untuk membekali calon tenaga kerja dari Pulau Sumba itu kini berubah fungsi menjadi tempat berteduh bagi hewan ternak.
Pantauan TIMESNTT.COM memperlihatkan kondisi memprihatinkan. Lantai gedung dipenuhi kotoran hewan, atap rusak hingga air hujan masuk ke dalam ruangan, dan sejumlah fasilitas pelatihan terancam rusak. Padahal, BLK ini dibangun dengan dana miliaran rupiah dan dilengkapi berbagai fasilitas pelatihan kerja.
“Miris, LTSA dan BLK PMI belum berfungsi dan terkesan terbengkalai. Gedung megah yang dibangun dengan dana besar justru dipenuhi kotoran sapi,” kata Gabriel Goa, Dewan Pembina Lembaga Hukum dan HAM PADMA Indonesia, kepada TIMES Nusa Tenggara Timur, Kamis, 29 Mei 2025.
BLK Letekonda seharusnya menjadi pusat pelatihan bagi calon pekerja migran, baik yang akan bekerja ke luar negeri maupun antar daerah. Kehadirannya dimaksudkan untuk menekan angka perdagangan orang dan pengiriman pekerja migran ilegal dari Pulau Sumba.
Namun, hingga kini, fasilitas tersebut tidak difungsikan. Gabriel menyebut BLK Letekonda adalah pilot project BLK untuk wilayah NTT. Ia menilai Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya tidak membaca peluang besar yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah.
“Rencananya, di lokasi yang sama akan dibangun kantor Imigrasi Kanwil NTT. Tapi peluang ini pun belum digarap serius oleh pemerintah daerah,” kata Gabriel.
Gabriel mendesak Pemkab dan DPRD Sumba Barat Daya segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan Human Trafficking dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Selain itu, pemerintah desa juga diminta menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) yang berpijak pada Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Ia juga menyarankan agar pemerintah daerah membentuk Gerakan Masyarakat Anti Human Trafficking dan Migrasi Aman (GEMA HATI MIA) dari tingkat desa sebagai langkah preventif.
“Jangan sampai BLK Letekonda hanya jadi monumen kosong. Ini bisa menjadi sarana strategis dalam mencegah praktik human trafficking di Sumba,” ujarnya.
Lebih jauh, Gabriel mendorong Pemkab Sumba Barat Daya bekerja sama dengan Sekolah Hotel Sumba untuk mempersiapkan kompetensi calon pekerja migran agar dapat bersaing secara internasional, seperti pekerja asal Filipina yang dikenal profesional dan terlatih.
Menurutnya, pemerintah pusat dan daerah sebenarnya sudah membangun Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) dan BLK Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Letekonda untuk melayani seluruh wilayah Sumba. Namun, tanpa pengelolaan serius, bangunan tersebut hanya menjadi simbol.
“Sudah saatnya Pemkab serius. Jangan biarkan BLK Letekonda tetap sepi dari aktivitas manusia tapi ramai oleh sapi,” tegas Gabriel.***
| 
 | 

Stop Copas!!
Tidak ada komentar