KUPANG, TIMES Nusa Tenggara Timur| Pada Senin pagi, Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius Beda Daton mendorong agar Mabes Polri meninjau kembali seleksi calon taruna Akpol di NTT. Seleksi harus diulangi dengan memprioritaskan putra-putri NTT. Hal ini seperti yang berlaku di wilayah Papua. Proses seleksi juga harus dilakukan secara terbuka agar publik dapat memantaunya.
Menurut Darius, sentimen buruk terhadap Daniel yang dianggap bertanggung jawab dalam dugaan praktik nepotisme, itu tidak terelakkan. Sebab, 4 dari 11 calon yang lulus mewakili NTT dikaitkan dengan identitas asal suku Daniel.
Empat orang dimaksud adalah Timothy A Silitonga, Arvid T Situmeang, Brian LS Manurung, dan Madison JRK Silalahi. Mereka diduga menggunakan alamat tempat tinggal di NTT hanya untuk kepentingan seleksi calon taruna Akpol 2024.
”Ini bukan soal rasis terhadap suku tertentu, tetapi ini adalah wujud dari keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Gunanya alokasi kuota di setiap provinsi itu agar ada perwakilan putra-putri dari sana,” kata Darius.
Ia menilai, masuknya peserta dari luar yang memiliki koneksi ”orang dalam” untuk mengisi kuota NTT adalah bentuk perampasan. ”Kalau cara kerja seperti itu, tidak perlu lagi dibikin seleksi daerah. Langsung saja seleksi di Mabes Polri,” ujarnya dengan nada kesal.
Melihat kejanggalan dalam seleksi calon taruna Akpol di NTT, banyak orangtua pesimistis, anak mereka yang bercita-cita masuk Akpol dapat melewati proses tersebut dengan baik. Ada yang memilih mengurungkan niat mereka karena tidak memiliki koneksi ”orang dalam”.
”Yang kami bisa lakukan adalah menyiapkan dengan baik anak kami. Mereka harus belajar dan berlatih fisik dengan disiplin. Kalau harus dengan cara nepotisme apalagi suap, kami angkat tangan,” kata Laurens (44), warga Kota Kupang.***
|
Tidak ada komentar