Tambolaka, TIMESNTT.COM | Suasana rapat dengar pendapat di ruang Komisi III DPRD Sumba Barat Daya mendadak tegang. Heribertus Pemu Dadi, anggota DPRD dari Fraksi Golkar, terlihat paling vokal dan lantang ketika menyoroti dugaan kelulusan peserta seleksi PPPK tahap kedua yang tidak memenuhi syarat sebagai tenaga kontrak daerah.
“Dari mana legalitas mereka? Mereka itu tidak pernah tercatat sebagai tenaga kontrak daerah!” seru Heribertus dalam rapat tersebut.
  
 
Ia menyebut sejumlah nama yang dinyatakan lulus administrasi oleh BKPSDM padahal tidak memiliki SK kontrak daerah. Ia menduga proses tersebut sarat manipulasi.
Yang menjadi pemicu kemarahan Heribertus adalah pernyataan Kepala BKPSDM Sumba Barat Daya, Yordan Parera, yang menyatakan bahwa kelulusan administrasi sepenuhnya ditentukan oleh sistem nasional SSCASN di bawah BKN, bukan wewenang kabupaten.
  
 
“Jangan lempar bola ke BKN. Yang masukkan data itu siapa? BKPSDM kan? Anda bertanggung jawab!” kata Heribertus dengan nada meninggi.
Menurutnya, alasan bahwa sistem online hanya melihat surat rekomendasi dan surat aktif bekerja dari OPD tidak bisa menjadi dasar sah kelulusan administrasi.
  
 
“Itu bukan dasar hukum yang sah. Mana SK kontrak daerahnya? Kapan dia diangkat? Sampai tahun berapa dia mengabdi?” Heribertus mendesak Yordan menunjukkan data otentik.
Bagi Heribertus, SK Bupati tentang pengangkatan tenaga kontrak adalah satu-satunya bukti resmi status kontrak daerah, bukan surat rekomendasi atau surat aktif bekerja.
“Surat rekomendasi bisa dibuat siapa saja. Tapi SK pengangkatan itu hanya bisa dikeluarkan oleh bupati. Jangan jadikan rekomendasi sebagai tameng untuk meluluskan siapa saja yang diinginkan,” katanya.
Namun, saat diminta menunjukkan data atau menjawab secara tegas, Kepala BKPSDM Yordan Parera tidak mampu menjelaskan secara rinci. Ia malah mengatakan akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan Sekda dan Bupati.
“Ini bukan soal konsultasi lagi. Ini soal transparansi dan integritas!” teriak Heribertus, yang tampak tidak puas.
Ia bahkan menuduh, tindakan BKPSDM yang meloloskan peserta hanya berdasarkan surat rekomendasi dan aktif bekerja berpotensi mencelakai kepala daerah.
“Ini bisa jadi jebakan. Kepala daerah tidak tahu apa-apa, tapi keputusan anda bisa berdampak hukum. Jangan sampai ini seperti menggali persoalan untuk bupati!” kata Heribertus tajam.
Tidak berhenti di situ, Heribertus mendesak Komisi III DPRD untuk segera menjadwalkan ulang rapat berikutnya. Ia meminta seluruh kepala OPD yang mengeluarkan rekomendasi, termasuk kepala sekolah, kepala puskesmas, dan direktur RSUD Reda Mbolo, untuk hadir memberikan keterangan.
“Kita harus hadirkan mereka satu per satu. Kita buka semua. Kita cari tahu, benar tidak orang-orang yang direkomendasikan itu kontrak daerah. Mana SK-nya!” tegas Heribertus.
Menurutnya, jika proses ini tidak ditindaklanjuti, maka nasib para tenaga kontrak yang telah mengabdi bertahun-tahun akan semakin dipinggirkan oleh permainan sistem yang tidak adil.***
| | Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten apapun tanpa seizin redaksi TIMES NTT. | 
 | 
Tidak ada komentar