 Gubernur Melki Laka Lena dalam balutan busana adat Alor/ foto: Ist
Gubernur Melki Laka Lena dalam balutan busana adat Alor/ foto: IstKupang, TIMESNTT.COM-Di era digital sekarang ini menulis buku seperti sesuatu yang amat sangat langka. Terlebih bagi anak-anak muda yang doyan menghabiskan waktu dengan ponsel.
Menulis buku hanya masih menjadi milik akademisi dan sastrawan.
Imbasnya, praktik membaca buku hampir tidak ditemukan dalam keluarga modern.
Buktinya, merujuk pada riset kecil penulis, hampir semua mebel kayu yang tersebar dipinggir jalan di Kota Kupang, mayoritas menjual peti mati, bukan rak buku. Jika merujuk pada ilmu ekonomi soal permintaan, minat beli masyarakat terhadap rak buku sangat rendah sama halnya dengan minat beli buku dan minat baca buku yang rendah.
Mengukur minat baca dengan melihat permintaan pembelian rak buku memang masih agak prematur. Tapi sebetulnya, itu membuktikan dua soal sekaligus, pertama, orang jarang beli buku, jarang baca dan tingkat literasinya rendah.
Kedua, peralihan buku teks fisik ke digital sangat besar. Seiring perkembangan zaman, orang orang tidak lagi membeli buku fisik tapi beralih ke buku digital yang mudah diakses, bisa dibawa kemana saja dan, bisa disimpan dalam jumlah yang banyak.
Melki Laka Lena dan Johni Asadoma memilih menulis buku ketimbang mempublikasikan melalui sarana lain misalnya melalui akun sosial media dan platform yutube, TikTok dan Instagram serta X soal kerja mereka selama 100 hari memimpin NTT.
Jika sekadar menerka-nerka dengan melihat kerja Gubernur Melki Laka Lena yang sat-set dan praktis, maka, publik NTT bisa membaca teks dari konteks membaca buku dengan ragam presepsi.
Alasan Melki Laka Lena menulis buku bisa jadi karena melihat minat baca yang rendah dan minat tulis bagi ASN dan masyarakat NTT yang masih rendah.
Itulah kenapa, tim penulis buku ini terdiri dari kelompok ASN di Pemprov NTT.
Melki sepertinya sedang mengajarkan kepada ASN untuk membaca dan memperluas wawasan. Sebab, jika seorang mulai menulis buku maka dia hampir dipastikan akan membaca banyak.
Alasan lain, agar ASN bisa menulis dan juga menyesuaikan dengan ritme kerjanya yang sangat taktis dan lincah.
Pemahaman Utuh
Pemahanan manusia hang hidup di era modern sekarang terhadap teks yang dimuat lengkap dalam buku lebih luas dan rinci ketimbang mendengar ucapan dan menonton potongan-potongan video pendek di platform media sosial.
Pada dua buah buku yang diluncurkan Melki Johni ketika 100 hari kerja senagai gubernur dan wakil gubernur menulis secara utuh bagaimana keduanya bekerja.
Mulai dari melakukan lobi anggaran ke pusat, menata birokrasi, meluncurkan program-porgram kerja dan bagaimana melakukan kunjungan kerja ke masyarakat. Melihat piluh masyarakat dan menulisnya sebagai kebijakkan. Hal-hal itu sebetulnya, harus disampaikan secara utuh kepada masyarakat.
Melki Johni, lebih jauh dari pada itu, sedang melatih publik dan ASN untuk melihat berbagai hal secara utuh sebab, dalam buku yang ditulis dan diluncurkan berisi gambar dan apa saja yang sudah dibuat untuk masyarakat NTT.
Selain itu, sebagai gubernur, Melki juga secara perlahan menyelaraskan arah pembangunan yang ada di isi kepalanya kepada ASN. Visi dan misi untuk NTT selama lima tahun ke depan harus bisa dipahami oleh ASN secara utuh sebagai penggerak dan penerjemah.
Sebab, program kerja yang dicetak dalam beberapa lembar kertas lalu dibagikan ke dinas-dinas yang ada di Pemrov NTT akan berakhir di kotak sampah, kusut dan mengenaskan.*
Penulis: Ronis Natom
Warga Jalan Nangka Kota Kupang
| 
 | 

Stop Copas!!
Tidak ada komentar