Tambolaka, TIMESNTT.COM | Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, ditengarai menjadi sarang praktik mafia tanah yang melibatkan oknum internal instansi tersebut. Indikasi kuat itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya dan Angela Leronita Staf Koordinator Seksi Pemberian Hak Pendaftaran BPN, yang digelar senin (02/05/25).
Angela Leronita Staf Koordinator Seksi Pemberian Hak Pendaftaran bahkan secara terbuka mempersilahkan masyarakat yang mengurus sertifikat tanah untuk memberikan uang tambahan lain kepada pengawai BPN Sumba Barat Daya.
  
 
“Boleh diberikan uang makan atau uang rokok sesuai kerelaan hati yang ingin menerbitkan sertifikat tanah” jelas Angela Leronita.
Untuk memastikan jawaban tersebut Yus Bora anggota fraksi Perindo bahkab bertanya berulang kali namun Angela Leronita Staf Koordinator Seksi Pemberian Hak Pendaftaran BPN Sumba Barat Daya bersikukuh untuk diberikan uang rokok atau makan.
  
 
Menanggapi jawaban staff BPN Sumba Barat Daya, Ketua Komisi II DPRD Sumba Barat Daya, Heribertus Pemu Dadi, lanjut mempertanyakan rumitnya kepengurusan sertifikat tanah dan tingginya dugaan praktik pungutan liar dalam proses pengurusan sertifikat hak milik (SHM) tanah sudah berlangsung secara sistematis.
“Modusnya, meminta tambahan biaya pengurusan di luar ketentuan resmi. Padahal, pemohon sudah membayar sesuai aturan,” ujarnya.
  
 
Menurut Heribertus, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Kementerian ATR/BPN, biaya pengukuran tanah ditetapkan hanya Rp100 per meter persegi, dan dibayarkan langsung oleh pemohon di loket resmi. Namun dalam praktiknya, pemohon kerap dimintai tambahan uang oleh oknum tertentu agar proses berjalan lancar.
Tak hanya pungli, prosedur pelayanan pun dilaporkan jauh dari standar. Berdasarkan Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan, peta bidang seharusnya diterbitkan dalam jangka waktu maksimal 18 hari setelah pembayaran PNBP.
“Faktanya, banyak pemohon tidak kunjung menerima peta bidang meskipun sudah berminggu-minggu,” kata Heribertus.
Ia menambahkan, keterlambatan dan pungutan liar ini merupakan bagian dari upaya sistematis untuk mempersulit warga dan membuka celah terjadinya manipulasi.
“Para pelaku diduga menyalahgunakan kewenangan mereka untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok,” ujarnya.
Anggota DPRD lain yang turut hadir dalam rapat tersebut menyebutkan adanya indikasi pemalsuan dokumen dan kolusi internal antara pemohon yang berkepentingan dan oknum pegawai BPN.
“Inilah yang menjadi ciri khas mafia tanah penguasaan tanah secara tidak sah melalui jalur formal yang diselewengkan,” ujar seorang Lodowyk Lendu legislator fraksi Golkar.
Hingga kini, belum ada tindakan tegas dari pihak berwenang terhadap dugaan ini.
TIMESNTT.COM telah berupaya menghubungi pihak BPN Sumba Barat Daya untuk konfirmasi, namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi.
| | Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten apapun tanpa seizin redaksi TIMES NTT. | 
 | 
Tidak ada komentar