Jejak manipulasi data, aroma politisasi, dan nasib para pengabdi lama yang tersisih dalam seleksi PPPK
 
  
 
Tambolaka, TIMESNTT.COM | Sejak 2008, pengangkatan pegawai kontrak daerah di Kabupaten Sumba Barat Daya bagaikan permainan politik musiman. Setiap kali Pilkada usai dan bupati baru menjabat, Surat Keputusan (SK) pengangkatan pegawai kontrak pun berubah. Nama-nama lama banyak yang tersingkir, dan wajah-wajah baru bermunculan—diduga kuat karena afiliasi politik atau kedekatan personal dengan penguasa baru.
Akibatnya, ketika pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan pendataan Non-ASN pada 2022 sebagai bagian dari persiapan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tak semua pegawai yang telah lama mengabdi terdata dalam sistem Badan Kepegawaian Negara (BKN). Beberapa yang baru diangkat justru masuk dalam daftar, sementara pegawai kontrak lama tertinggal.
  
 
Fenomena ini mencuat ketika seleksi PPPK tahap pertama dan kedua dilaksanakan. Banyak pegawai kontrak yang telah bertahun-tahun mengabdi tidak terakomodir dalam seleksi afirmatif tersebut. Sebagian berhasil mengikuti seleksi tahap pertama, namun banyak lainnya gagal administrasi di tahap kedua karena harus bersaing dengan peserta seleksi yang diduga merupakan “titipan” di berbagai organisasi perangkat daerah.
Diduga Ada Orang Dalam
  
 
“Nama saya hilang sejak 2021, padahal saya sudah kontrak sejak 2012,” kata salah satu pegawai kontrak lama yang meminta identitasnya dirahasiakan. Ia mengaku tidak mendapat kesempatan mengikuti seleksi PPPK meskipun telah memenuhi semua syarat.
Kecurigaan pun mencuat. Beberapa peserta yang lolos tahap administrasi disebut-sebut tidak pernah tercatat sebagai pegawai kontrak daerah. Namun, ketika hal ini dikonfirmasi kepada Kepala Bidang Pengadaan, Pengendalian, Fasilitasi Profesi ASN dan Penghargaan Pegawai, Benyamin Quido Fernandez saat RDP dengan fraksi gabungan DPRD SBD, ia enggan menjawab soal dugaan adanya “orang luar” yang lolos seleksi.
Fernandez berdalih, seluruh proses seleksi ASN baik PPPK maupun CPNS dilakukan melalui sistem Computer Assisted Test (CAT) secara daring oleh BKN.
“Yang tidak lulus seleksi, itu karena kelalaian mereka sendiri,” ujarnya ketika di ruang RDP kemarin.
Kebijakan Tambal Sulam
Diakui Fernandez, memang terdapat beberapa pegawai kontrak yang tidak masuk dalam database BKN. Oleh sebab itu, kebijakan tahap dua memberi ruang bagi mereka dengan syarat melampirkan bukti aktif bekerja dan surat rekomendasi. Namun, pelaksanaan di lapangan tampaknya tidak sepenuhnya bersih dari manipulasi.
“Ada nama-nama yang tidak pernah kontrak tapi bisa ikut seleksi dan lolos administrasi,” kata sumber internal di Badan Kepegawaian Daerah Sumba Barat Daya. “Sementara yang betul-betul bekerja sejak belasan tahun lalu justru tidak masuk sistem.”
Politik Balas Budi
Fenomena ini menguatkan dugaan bahwa pengangkatan pegawai kontrak di Sumba Barat Daya tidak sepenuhnya berdasarkan kebutuhan dan prestasi. Tiap kali kepala daerah berganti, perubahan SK pegawai pun menyusul seolah menjadi ajang balas budi politik.
Hingga kini, belum ada langkah tegas dari pemerintah kabupaten maupun BKN untuk menelusuri dugaan manipulasi data dalam seleksi PPPK. Di sisi lain, harapan ratusan pegawai kontrak lama untuk menjadi ASN kian meredup, tertutup oleh gelombang nama-nama baru yang naik tanpa rekam jejak.***
| | Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten apapun tanpa seizin redaksi TIMES NTT. | 
 | 
Tidak ada komentar