WhatsApp Channel Banner

PWI NTT Kecam Ucapan Yusuf Bora yang Dinilai Melecehkan Jurnalis, Desak Permintaan Maaf Terbuka

waktu baca 2 menit
Kamis, 12 Jun 2025 00:44 141 FBL

“Jurnalis harus tetap berpihak kepada kepentingan publik, terutama untuk membongkar setiap cacat prosedural dalam proses seleksi PPPK. Banyak tenaga kontrak yang telah mengabdi bertahun-tahun justru terpinggirkan karena permainan data,” ungkap Lasarus.

Tambolaka, TIMESNTT.COM | Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengecam keras tindakan pelecehan verbal yang diduga dilakukan oleh Ketua DPD Partai Perindo Sumba Barat Daya (SBD), Yusufra, terhadap seorang jurnalis saat hendak melakukan konfirmasi terkait polemik seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap dua di SBD.

Ketua PWI NTT, Hilarius F. Djahang, menyatakan bahwa ucapan Yusuf Bora yang menyebut “wartawan kalau tidak ada berita tidak dapat uang” tidak hanya melecehkan profesi jurnalis, tetapi juga mencederai semangat kebebasan pers dan transparansi publik.

“Tindakan tersebut mencederai martabat jurnalis dan terkesan sebagai bentuk penghalang-halangan terhadap upaya pengungkapan persoalan serius dalam rekrutmen PPPK di daerah,” ujar Hilarius dalam keterangannya, Selasa (11/6/2025).

PWI NTT mendesak agar Yusuf Bora segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada jurnalis dan masyarakat atas pernyataannya yang dinilai tidak etis, apalagi mengingat posisinya sebagai wakil ketua DPRD SBD.

Baca Juga  Fraksi Perindo Bungkam soal Polemik PPPK, Pilih No Comment

Hilarius juga menyerukan kepada seluruh jurnalis di wilayah SBD untuk tetap menjalankan tugasnya secara profesional, terutama dalam mengawasi jalannya proses seleksi PPPK yang tengah menjadi sorotan publik.

Pengamat Politik Minta Jurnalis Berpihak ke Publik

Menanggapi insiden tersebut, pengamat politik Universitas Nusa Cendana (Undana), Lasarus Jehamat, turut mengecam tindakan Yusuf Bora dan menyebutnya sebagai bentuk ketidaksiapan pejabat publik dalam menghadapi kontrol sosial dari media.

“Jurnalis harus tetap berpihak kepada kepentingan publik, terutama untuk membongkar setiap cacat prosedural dalam proses seleksi PPPK. Banyak tenaga kontrak yang telah mengabdi bertahun-tahun justru terpinggirkan karena permainan data,” ungkap Lasarus.

Baca Juga  DPRD Minta Rapat Ditunda, Fraksi PDIP Desak Kehadiran Kepala BKD  

Menurut Lasarus, dugaan adanya manipulasi dalam rekrutmen PPPK tahap dua di SBD merupakan isu serius yang harus diusut secara terbuka. Ia menilai kerja-kerja jurnalistik justru sangat penting dalam menyeimbangkan informasi dan mendorong akuntabilitas pemerintahan daerah.

Ucapan Yusuf Bora yang dinilai melecehkan wartawan terjadi saat ia dihubungi oleh Freddy Ladi, jurnalis TVRI sekaligus Ketua Pewarta SBD, untuk dimintai konfirmasi terkait sikap Fraksi Perindo DPRD SBD soal usulan pembentukan panitia khusus (Pansus) guna menelusuri dugaan kecurangan seleksi PPPK.

Alih-alih memberikan tanggapan, Yusuf Bora justru melarang pemberitaan soal dirinya dan menyampaikan pernyataan yang dianggap merendahkan profesi jurnalis.

Freddy menyatakan merasa terhina dan menganggap ucapan Yusuf Bora telah mencoreng semangat demokrasi serta keterbukaan informasi publik.

 

Editor: Petrus Natom

Penulis: Tim TIMES NTT

Foto: Dok. PWI NTT

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten apapun tanpa seizin redaksi TIMES NTT.

FBL

Pemimpin Redaksi Times Nusa Tenggara Timur

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA

    Stop Copas!!